Musholla kampung Adat dukuh |
Saat itu tanggal 21 februari dini
hari jam 04.20 saya, teh lulu dan muhammad susanto melakukan first trip survival
pertama kami ke garut, lebih tepatnya garut selatan.
Kami naik elf jurusan bandung
pameungpeuk, tarifnya 30rb. Kami berhenti di Kecamatan Cisompet,Neglasari jam 09:00.
Awalnya kami ingin pergi ke air terjun Limbung tapi, karena kondisi hujan saat
itu tidak memungkin kan kami untuk pergi kesana. Akhirnya kami melanjutkan
perjalanan menuju kampung Adat Dukuh sekalian menjadi tempat tinggal kami selama
semalam sebelum kami ke Leuweung Sancang.
Pak Jajang dan pak Jejen, supir truk yang kami tumpangi dari kampung Neglasari |
Dari kampung Neglasari kami ikut
menumpang dengan truck, truck yang kami tumpangi itu adalah truck yang biasa
mengangkut kayu dari daerah Maroko. tidak lupa kami berfoto bersama dengan pak Jejen dan pak Jajang. Kami berhenti di Kec.Pamengpeuk.
Setelah makan dan solat kami melanjutkan perjalanan menuju kampung Adat Dukuh
desa Cijambe Kec.Cikelet.
saat menumpang kolbak kang Deni |
Selanjutnya kami mendapat tumpangan
mobil kolbak oleh Kang Deni. Kang Deni adalah seorang pemilik rumah makan di
pantai Ranca Buaya yang sedang membeli bensin untuk para nelayan di Kec.Pameungpeuk.
Karena pom bensin di daerah ini hanya terdapat di Kec.Pameungpeuk saja.
persimpangan cikelet |
Jam 1.40 kami tiba di persimpangan
Cimari.
Dari situ kami masih harus melanjutkan perjalanan 9km ke kampung Adat Dukuh. di
dekat persimpangan terdapat akses ojekmenuju ke sana. Tarif ojek di sini
lumayan mahal dari pagi sampai sang tarifnya 25rb, sore 40rb dan malam 50rb. Sebenarnya
ada elf untuk menuju ke atas tetapi karena elfnya hanya ada dua dan ada
waktu-waktu elf yaitu pagi jam 05:00 dan 06:00 siang 11:30 sore 17:00 karena
kami telat akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki saja. Pada saat itu
cuaca hujan dan kami sempat menyasar lalu akhirnya kami bertemu dengan seorang
kakek-kakek yang memberitahukan kami jalan yang benar menuju kampong Adat Dukuh.
Perjalanan menuju kampung Adat Dukuh
jalanannya menanjak,berbatuan dan disepanjang perjalanan terdapat ratusan
hektar hutan produksi jati. sekitar jam 17:44 kami sampai di gerbang kampung
adat dukuh. di dekatnya terdapat warung kecil dan di depan warung tersebut
terdapat portal bamboo, apabila ingin melewati jalan tersebut untuk mobil
dikenakan biaya 5rb sekali lewat dan portal pun dibuka tetapi, untuk motor tidak
dikenai biaya. Kami pun istirahat sejenak di warung itu. Setelah di rasa cukup
istirahat dan mengobrol-ngobrol kami diantar oleh orang warung tersebut menuju
kampung Adat Dukuh. perjalanan dari gerbang ke dalam sejauh 500m dan jalanannya
bebatuan serta menurun tajam. Sampailah kami di gerbang kedua. tidak jauh dari
situ sekitar 15m kami mencapai kampung Adat Dukuh. kampung Adat Dukuh ada dua
yaitu kampung Adat Dukuh dalam dan kampung Adat Dukuh luar.
pintu gerbang pertama |
pintu gerbang kedua |
Perbedaan kampung Adat Dukuh dalam dan luar yaitu:
·
kampung Adat Dukuh dalam :
# Rumah menggunakan dinding bilik bambu, tidak ada kaca dan
atap menggunakan ijuk
# Tidak diperkenankan adanya listrik dan barang-barang
elektronik
# Alat makan yang dianjurkan terbuat dari pepohonan seperti
bambu batok kelapa dan kayu lainnya.
# Sangat menghargai alam dan hutan, dan hidup selaras dengan
alam
·
Kampung Adat Dukuh luar :
# Rumah sudah menggunakan genting
# Sudah menggunakan listrik, barang-barang elektronik.
Keunikan di kampung Adat
Dukuh semua rumah dibuat menjadi rumah panggung, semua rumah tidak
diperbolehkan menghadap ke utara karena di situ terdapat makam kramat.
Larangan di kampung adat dukuh :
# Tidak boleh makan sambil berjalan
# Tidak boleh berselonjor kaki kearah utara
# Tidak diizinkan masuk ke hutan larangan tanpa izin, untuk
pegawai negeri sipil (PNS) dan nonmuslim tidak diizikan sama sekali
# Ada aturan-aturan lain yang harus dipenuhi didalam hutan
larangan
# Tidak boleh mengambil pohon atau batang pohon yang tumbang
kampung Adat Dukuh dalam |
bentuk rumah kampung Adat Dukuh Luar |
Sebelum masuk ke kampung adat dukuh
terlebih dahulu kami harus ke kuncennya yang disebut Ama luluk. setelah meminta
ijin dan mengobrol akhirnya kami dibolehkan untuk tidur di rumah anaknya ama
luluk di kampung Adat dalam. Kesenian kampung Adat Dukuh adalah terbang, jaroh,
cebor opat puluh,manuja,tilu waktos dan disini juga terdapat kesenian membuat
barang-barang dari batok dan bambu menjadi gelas,piring, dll.
Pada malam hari sehabis isya kami
makan malam bersama, kami dihidangkan makanan tradisional yaitu ikan
asin,telur,kerupuk dan pastinya di dalam keadaan gelap. kami makan di dapur di
temani mereka yang sedang mengobrol di situ juga. Setelah makan kami menunggu Amak
luluk selesai shalat. tidak lama kemudian kami mengobrol dengan beliau dan
meminta ijin untuk pulang pagi buta. tubuh dan mata kami sangat lelah karena
jauhnya perjalanan, jam 10 kami pun mengakhiri pembicaraan. lalu kami tidur di
dalam keadaan gelap,tanpa listrik.
cempor adalah alat bantu penerangan masyarakat kampung Adat Dukuh |
Esok harinya sekitar jam 4.30 kami
bangun lalu solat subuh, setelah beres-beres sekitar jam 05.30 kami keluar dari
kampung adat dukuh dan melakukan perjalanan ke tujuan selanjutnya dan menunggu
elf untuk turun kebawah. tarif elf untuk sampai ke persimpangan adalah 20rb
untuk 3 orang.
Pengalaman yang kami dapat di
kampung Adat Dukuh adalah mereka sangat memegang teguh adat istiadat islam,pola
pikir mereka yang sudah maju, mereka masih memegang fungsi awal seperti dahulu
yaitu menjamu tamu dengan sangat baik,hangat,ramah,dan keakraban serta mereka
masih melakukan semua kegiatan di dapur yaitu mengobrol,makan dan memasak.
warga kampung dukuh, sangat menjaga hutan (yang disebut hutan larangan), tidak
sembarangan orang bisa masuk ke dalam hutan larangan sehingga hutan larangan
sampai saat ini masih asri. Di kampung Adat dukuh ini biasa ramai dikunjungi
setiap hari kamis malam jumat dan hari sabtu karena disini terdapat makam
kramat yang sering dijadikan ziarah oleh para pendatangnya.
Dari hasil berbicang dengan Kuncen
(ama luluk) saat ini warga kampung dukuh sedang berjuang keras untuk menambah
areal hutan alami kembali, mereka juga mengumpulkan biji-bijian hutan untuk
disemaikan kembali dan berharap pohon yang mereka tanam tumbuh besar dan tidak
ditebang. pengalaman yang sangat luar biasa yang tidak kami dapatkan ditempat
lain dan banyak hikmah yang kami dapat dari perjalanan ini.
No comments:
Post a Comment