Wednesday, 8 May 2013

Journey to Baduy part 2 – Bermalam di Baduy luar, Desa Gajeboh -



Suasana pagi hari Desa Gajeboh dan wisatawan lainnya.
Setelah berjalan 2 jam dari desa Ciboleger, akhirnya sampai juga kami di desa Gajeboh. Kami beristirahat sejenak, lalu membersihkan diri di sungai, kami membersihkan diri bargantian, karena keadaan disini sangat gelap sekali, bergantian memegang senter dan juga harus berhati-hati dengan arus sungainya setelah itu membeli perlengkapan bahan makanan di warung di desa Gajeboh. Teh siska membeli beras, telur dan sarden, katanya harga-harga disini sangat mahal, jadi kami sarankan untuk membawa perlengkapan bahan makanan dari luar saja.
hasil tenun Baduy Luar
Cara masak makan malam disini yaitu kami memberikan bahan makanan tersebut ke tuan rumah, nanti mereka yang mengurus tentang makanannya. Ada hal yang unik saat kami makan malam bersama, orang Baduy tidak akan makan terlebih dahulu sebelum kami semua mengambil makan pertama kali. Oh iya, masyarakat baduy memasak dengan hal yang seadanya, jadi bagi kalian yang tidak suka sarden jangan memaksakan memakannya karena rasanya yang amis, yang tidak dicampurkan dengan rempah-rempah lain. Setelah makan malam, Lalu pak Idong membuka oleh-oleh untuk kami yaitu Durian, karena disini musim durian jadi banyak sekali durian runtuh yang ditemukan di jalan. Assiiiiikkk durian itu menjadi santapan penutup makan malam ini, Siska yang tidak suka durian terpaksa harus keluar untuk menghindari bau nya, Netra dia hanya mencicipi 1-2 buah saja, otomatis saya dan Lulu mengahbiskan durian ini dengan lahapnya.
Suasana dalam rumah Baduy luar
Penerangan yang hanya menggunakan lampu petromak menjadi cahaya pada malam hari kami, kami bertanya banyak tentang Baduy kepada pak Idong, orang-orang Baduy cenderung lebih malu untuk kami ajak berbicara, mungkin karena perbedaan bahasa yang menyulitkan kami untuk berkomunikasi. Yeee asik kami diperbolehkan memasuki Baduy dalam, padahal saat ini adalah bulan kawalu, tetapi karena panennya gagal maka dari itulah kami diizinkan untuk memasukinya. Selama bulan kawalu (masa panen) kita tidak diperbolehkan untuk memasuki baduy dalam. Pada dasarnya masyarakat baduy itu menenun dan bertani maka tak heran jika di setiap rumah orang baduy terdapat kain hasil tenun, pemintal, serta benang-benang untuk ditenun. Kain-kain itu di gantung di sisi-sisi dinding, benang-benangnya di taruh diatas langit-langit. Rumah-rumah yang berbentuk rumah panggung dengan atap daun rumbai dan dinding yang menggunakan anyaman bambu tikar serta tiang yang hanya menggunakan bambu dan kayu. 
Benang dan alat pemintal di langit-langit

Saya, Lulu, Siska tidur hanya menggunakan alas tikar dan bantal keras yang terbuat dari kapuk, sedangkan Netra dia tidur dengan nyamannya menggunakan sleeping bag, Ahhhh bang Netra curang. Siska kakinya terkilir saat jatuh tadi dan dia menempelkan banyak koyo di bagian kakinya, kami pun menggunakan balsem untuk mengurangi rasa pegal di kaki akibat jauhnya perjalanan. Lelahnya perjalanan kami membuat kami ingin cepat-cepat tidur karena besok kami akan melanjutkan perjalanan menuju Baduy Dalam.
bersiap untuk tidur
Seorang anak Baduy Luar
               

No comments:

Post a Comment