Pak Toha adalah seorang laki-laki lanjut usia yang berumur 75 tahun. Ia berjualan Koran dan tali sepatu di lingkungan Unpad, pak Toha telah berjualan selama 7 tahun dan selama ini dia tinggal di Musholla sekre BEM Unpad, banyak mahasiswa yang telah mengenalnya dan sangat baik memperlakukan dirinya. Pak Toha mulai berjualan Koran dari pagi hingga siang, untuk berjualan Koran, dia pergi ke setiap fakultas di Unpad, agar korannya habis terjual. Jika waktu telah menunjukkan jam 11 siang, pak Toha kembali menjajakan barang
dagangannya yang baru yaitu tali sepatu di depan gerbang kampus Unpad.
Pahit getir kehidupan jelas tergambar dari
raut wajah serta perampakannya. Tubuh kurus yang dibalut oleh kemeja usang menjadi
teman setia yang menemani pak Toha dalam berjualan. Kadang kala ramai, kadang kala sepi bahkan sesekali
waktu tak ada satupun barang dagangannya yang laku terjual. Koran ia jual
seharga Rp. 5000 per eksemplar, dan tali sepatu sepasangnya Rp.7000 yang ia
jajakan. Memang terbilang agak sedikit mahal jika dibandingkan dengan lainnya. Tetapi,
jika dilihat karena dia mengambil barang tersebut dari orang lain serta untuk menutupi
kebutuhan hidup yang harus ditanggung olehnya, harga itu seakan tak dapat
menutupi semuanya. Ia mendapat kiriman Koran tersebut dari daerah Tanjung sari,
Sumedang. Ia dibekali 40 buah Koran oleh
agen untuk ia jual, tetapi jika koran
tersebut tidak semuanya laku, untungnya Koran tersebut dapat dikembalikan.
Sedangkan untuk tali sepatu yang dijualnya, didapatnya dari daerah Bandung.
Jauh di daerah Garut, di kampung
halamannya, seorang wanita yang bernama bu Popon, yang telah hidup bersama nya
dengan 8 orang anak dan 7 orang cucu tinggal dalam rumah sederhana di daerah Wanaraja,
Sukawening Garut menanti sang suami pulang membawakan apapun yang bisa
dijadikan pengganjal hidup. Ya, pria itu adalah seorang suami, ayah dan kakek yang
mempunyai tanggungan 17 orang anggota keluarga yang harus ia hidupi. Pak Toha sendiri
pulang seminggu sekali dan harus membawa 15-20 kg beras /minggu. Istrinya yang
sadar akan kebutuhan keluarga yang tinggi pun memutuskan untuk ikut bekerja membantu
meringankan beban pak Toha yang bekerja sendiri di perantauan, bertani adalah salah satu keahlian yang dapat
diandalkannya, tentunya dengan dibantu oleh anak-anaknya yang telah dewasa. Tetapi
walau bagaimana pun, hal tersebut dirasa kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
17 orang tanggungan mereka.
Perjuangan pak Toha ini banyak membuat mahasiswa-mahasiswi Unpad yang tersentuh hatinya dan ingin mengenal serta membantunya. Pak Toha bercerita bahwa beberapa minggu yang lalu
ada 4 orang mahasiswa dari Fakultas Geologi yang datang berkunjung kerumahnya di Garut. Tersirat
kebahagiaan dan rasa senang dari wajah kecilnya. “Bapak merasa bangga bila kedatangan mahasiswa dari
sini, ongkos juga ditanggung sama bapak , bapak engga minta ganti karena itu tanggung
jawab bapak selama di perjalanan”. Dapat
kutarik kesimpulan bahwa pak Toha merupakan seorang tuan rumah yang sangat
menghargai tamunya dan berusaha untuk menjamu tamu-tamunya walaupun dengan keadaan
dan keterbatasan yang ia miliki.
Bersama Pa Toha di gerbang Unpad Jatinangor |
Sebagai seorang ayah, pendidikan adalah prioritas utama bagi anak-anaknya. Tetapi, hanya dua orang anaknya
yang bisa ia sekolahkan, yaitu anak perempuan yang duduk dibangku SMP dan anak laki-lakinya yang duduk dibangku SD. Sesekali ia mengangkat topi hijau
tuanya dan menerawang di sela-sela obrolan kami, hal yang terus mengganjal di
fikirannya sedari dulu, batu besar yang menghadang di tengah perjalanan
kebahagiaannya mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan perut keluarga.. akankah
anak-anaknya mampu bersekolah di tempat ia berjualan sekarang??.
Pak Toha, adalah salah satu
dari sekian banyak pedagang yang menjual barang dagangannya di lingkungan kampus
Unpad Jatinangor. Seorang lelaki kelahiran garut 75 tahun silam yang mengemban
amanat keluarga berjualan koran dan tali sepatu dalam mencari nafkah untuk
keluarga. Seorang ayah dan juga seorang kakek yang penuh tanggung jawab terhadap
keluarganya. Seorang yang selalu di nanti kehadirannya. Bagai mentari yang
muncul sebagai penanda malam usai, bagai pelangi yang hadir sehabis hujan turun...
Innalillahi wainna illaihi rojiun...
Seorang bapak, kakek, suami bahkan seorang laki-laki yang kami semua kagumi berkat kesederhanaannya dan kegigihannya dalam berjualan. begitulah berita yang telah aku dengar dari seorang teman yang mengetahui kabar ini dari @unpadholic dan pada hari ini (02 Agustus 2013) dia mendapat berita meninggalnya alm.Pak Toha dari seorang penjaga kopma (koperasi mahasiswa) yang bernama mang Jaja. menurut berita seorang teman, kabarnya alm Pak Toha meninggal dengan tenang kemarin di rumah mungilnya, di daerah Garut. Spontan kami semua pun kaget mendengar berita ini, sedih dan ingin rasanya melihat alm. Pak Toha untuk yang terakhir kalinya.
Selamat Jalan Pak Toha, doa dari kami semua mengiringi kepergianmu :(
Innalillahi wainna illaihi rojiun...
Seorang bapak, kakek, suami bahkan seorang laki-laki yang kami semua kagumi berkat kesederhanaannya dan kegigihannya dalam berjualan. begitulah berita yang telah aku dengar dari seorang teman yang mengetahui kabar ini dari @unpadholic dan pada hari ini (02 Agustus 2013) dia mendapat berita meninggalnya alm.Pak Toha dari seorang penjaga kopma (koperasi mahasiswa) yang bernama mang Jaja. menurut berita seorang teman, kabarnya alm Pak Toha meninggal dengan tenang kemarin di rumah mungilnya, di daerah Garut. Spontan kami semua pun kaget mendengar berita ini, sedih dan ingin rasanya melihat alm. Pak Toha untuk yang terakhir kalinya.
Selamat Jalan Pak Toha, doa dari kami semua mengiringi kepergianmu :(
No comments:
Post a Comment